PERGURUAN TINGGI DA`WAH ISLAM (PTDI)

Headline

Grup Fans Perempuan Penyerang Paus: Setelah Susanna Maiolo melakukan penyerangan terhadap Paus Benedict XVI saat melakukan Misa Natal kemarin, sebuah grup fans dibuat untuk menghormati atas aksi perempuan berusia 25 tahun tersebut. Selengkapnya

Kami Anti Korupsi !! Sumpeh loe?

Kami Anti Korupsi !! Sumpeh loe?

Diposting pada Rabu, 09-12-2009 | 00:00:05 WIB

Konon, Indonesia merupakan negara terkorup nomor satu diantara negara-negara di seluruh Asia[1]. Dan seringkali pun, telunjuk langsung kita arahkan kepada lembaga-lembaga pemerintah dan legislatif serta para pejabatnya. Memang tidaklah salah, karena memang menurut penilaian sebuah lembaga, lembaga-lembaga pemerintah memang merupakan pencipta koruptor terbesar di Indonesia[2]. Kita semua sering dibuat malu oleh predikat negara terkorup itu dan predikat juara terkorup. Saat ada kasus terbongkarnya kasus-kasus korupsi pun kita seringkali ikut pula mengolok-olok dan tidak menutup peluang ikut mencaci para koruptor-koruptor itu.

Namun, terlepas dari kebobrokan mereka dan kesalahan mereka, tak salah lah jika kita melihat diri kita terlebih dahulu. Sudahkan kita terbersih dari perilaku korupsi-korupsi itu? Kecil atau besar tindak korupsi yang kita lakukan, adalah cerminan bahwa kerusakan moral dan akhlak bangsa ini sedikit banyak merupakan partisipasi kita pula. Oleh karenanya, sungguh luar biasa jika kita pun selalu merevisi dan memperbaiki diri kita menjadi pribadi yang lebih baik.

Korupsi atau di dalam Islam ada yang menyebut riswah atau ghulul, bisa terjadi kapan dan dimana saja dan oleh siapa saja tanpa melihat profesinya. Seorang pegawai, pengusaha, pejabat, sampai pedagang asongan pun bisa dan berpotensi melakukan tindak korupsi. Bahkan, secara sengaja atau tidak disengaja, mungkin kita telah terjerembab dalam per-korupsian itu. Na’udzubillah wa astaghfirullah.

Saya contohnya. Saya merupakan seorang karyawan atau pegawai di sebuah kantor pemasaran (perusahaan). Pada sela-sela waktu kerja, tak jarang saya membuka account Facebook, Yahoo Massenger, dan website untuk menuliskan tulisan-tulisan tertentu di dalamnya. Tak jarang pula, aku memanfaatkan waktu-waktu kosong untuk menuliskan sebuah artikel atau tulisan tertentu atau hal-hal lain. Artikel yang kutulis inipun kutulis di sela-sela jam kerja di kantor. Terkadang bahkan sering, aku merasa bahwa hal ini tidaklah tepat, sekalipun pada saat itu aku sedang tidak memiliki tugas yang berkenanan dengan pekerjaanku. Sekalipun atasanku mengizinkan aku untuk ber FB atau YM ria asalkan pekerjaan bisa selesai, aku masih merasa bersalah. “Apakah ini juga bagian dari mental seorang koruptor?” pikirku.

Pertanyaan seperti itu muncul jika aku mengingat sebuah kisah seorang teladan luar biasa dari sesosok Umar bin Khattab dan cucunya Umar bin Abdul Aziz. Dalam salah satu kisahnya, ada seorang pejabat negara kembali dan melaporkan adanya kelebihan kekayaan untuk baitul-mal sebanyak 400.000 dinar. Umar bertanya kepada pejabat yang ia tunjuk itu:

"Adakah saudara merugikan orang lain dengan harta itu?"

"Tidak," jawab si pejabat.

"Harta saudara sendiri berapa banyak?"

"Dua puluh ribu dirham (20.000 dirham)".

"Dari mana saudara memperoleh itu?"

"Saya peroleh dari berdagang."

Mendengar itu Khalifah Umar marah. "Kami menugaskan saudara sebagai penguasa, bukan sebagai pedagang!! Kenapa saudara memperdagangkan harta umat Islam?"

Aku tidak tahu apakah kisah itu memiliki analogi yang tepat dengan keadaanku yang ku alami di awal artikel ini.

Kelebihan harta demikian itu, oleh Umar diambil kembali untuk negara dan hanya haknya yang semula dikembalikan pada pejabat itu. Umar memandang salah bagi pejabatnya yang berdagang di saat berkuasa. Sebab ia yakin, seorang pejabat yang berkuasa pastilah mendapatkan fasilitas dan kemudahan dalam menjalankan bisnisnya lantaran kekuasaan yang dimiliki. Dan kemudahan-kemudahan itu dianggap awal dari munculnya kecurangan dalam jabatan.

Selain itu ia berprinsip bahwa jika seorang pejabatnya berdagang, pastilah pikiran dan tenaganya terbagi; di suatu saat ia harus melayani rakyat, disaat bersamaan iapun harus memikirkan bisnisnya. Makna jabatan kala itu benar-benar ibadah dan untuk melayani rakyat, bukan untuk melayani diri apalagi sampai memperkaya diri. Maka tak heran jika tak satupun pejabat negara kala itu kaya raya yang dibuahkan melalui jabatan mereka. Sesuatu yang sangat aneh jika terjadi pada masa sekarang.

Demikian juga ketika ada pejabat yang harus bertanggung jawab itu diketahui memiliki beberapa ekor kuda seharga 1600 dinar, Khalifah yang terkenal tegas itu terkejut sekali lalu diusutnya sampai ke akar-akarnya. Dia tak dapat menerima alasan bilamana itu dikatakan dari hadiah orang, sebab hadiah demikian itu bukan untuk pribadinya, melainkan untuk jabatannya. Khalifah yakin bahwa si pejabat tadi pastilah tak diberikan hadiah sebesar itu bilamana ia tidak sedang memangku jabatan.

Kisah lain yang juga membuat saya sering merenung tentang benarkah tindakan yang selama ini saya lakukan dengan mencuri waktu saat berada di kantor, adalah kisah yang masyhur dari seorang khalifah Umar bin Abdul Aziz.

Pada suatu malam datang seorang utusan dari salah satu daerah dan sampai di depan pintu rumah Khalifah menjelang malam. Setelah mengetuk pintu, seorang penjaga menyambutnya.

Utusan itu pun mengatakan, “Beritahu Amirul Mukminin bahwa yang datang adalah utusan gubernurnya.”

Penjaga itu memberitahu Umar yang hampir saja berangkat tidur. Umar pun duduk dan berkata, “Ijinkan dia masuk.”

Utusan itu masuk, dan Umar memerintahkan untuk menyalakan lilin yang besar. Umar bertanya kepada utusan tersebut tentang keadaan penduduk kota, dan kaum muslimin di sana, bagaimana perilaku gubernur, bagaimana harga-harga, bagaimana dengan anak-anak, orang-orang muhajirin dan anshar, para ibnu sabil, orang-orang miskin. Apakah hak mereka sudah ditunaikan? Apakah ada yang mengadukan? Utusan itu pun menyampaikan segala yang diketahuinya tentang kota tanpa ada yang disembunyikannya kepada Khalifah.

Semua pertanyaan Umar dijawab lengkap oleh utusan itu. Ketika semua pertanyaan Umar telah selesai dijawab, utusan itu balik bertanya kepada Umar.

“Ya Amirul Mukminin, bagaimana keadaan dirimu sendiri? Bagaimana keluargamu, seluruh pegawai dan orang-orang yang menjadi tanggung jawabmu?

Umar pun kemudian dengan serta merta meniup lilin tersebut dan berkata, “Wahai pelayan, nyalakan lampunya!” Lalu dinyalakannlah sebuah lampu kecil yang hampir tak bisa menerangi ruangan karena cahayanya yang teramat kecil.

Umar melanjutkan perkataanya, “Sekarang bertanyalah apa yang kamu inginkan” Utusan itu bertanya tentang keadaannya. Umar memberitahukan tentang keadaan dirinya, anak-anaknya, istri, dan keluarganya.

Rupanya utusan itu sangat tertarik dengan perbuatan yang telah dilakukan oleh Khalifah Umar dengan mematikan lilin. Dia bertanya, “Ya Amirul Mukminin, aku melihatmu melakukan sesuatu yang belum pernah Anda lakukan.” Umar menimpali, “Apa itu?”

“Engkau mematikan lilin ketika aku menanyakan tentang keadaanmu dan keluargamu.”

Umar berkata, “Wahai hamba Allah, lilin yang kumatikan itu adalah harta Allah, harta kaum muslimin. Ketika aku bertanya kepadamu tentang urusan mereka maka lilin itu dinyalakan demi kemaslahatan mereka. Begitu kamu membelokan pembicaraan tentang keluarga dan keadaanku, maka aku pun mematikan lilin milik kaum muslimin.”

Dua kisah itulah yang seringkali menjadi pengusik hati jika saya melakukan hal-hal yang bukan pekerjaan kantor namun saya lakukan pada saat jam kantor dan dengan fasilitas kantor pula. Lantas, apakah anda juga mengalami hal yang sama dengan diri saya? Sudahkah aku bermental anti-koruptor? Selamat hari Anti-Korupsi.

Comments :

0 komentar to “Kami Anti Korupsi !! Sumpeh loe?”

 

Copyright © 2009 by Perguruan Tinggi Da`wah Islam Powered By PTDI